PEMBAHASAN
A. Sekilas
Pengarang Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal
Beliau dilahirkan dengan nama lengkap Abu Abdullah
Muhammad ibn Ahmad ibn Utsman ibn Qemaz ibn Abdullah adz-Dzahabi, keturunan
Bani Tamim. Beliau lahir di daerah Miyafariqin salah satu kota di Diyar
Bakr Turkmanistan, pada bulan Rabiul Akhir tahun 673 H. Ketika
az-Zahabi masih muda, dia pergi ke salah satu pengajar, Alauddin Ali ibn
Muhammad al-Halbi yang terkenal dengan al-Bashbash.
Gurunya tersebut merupakan
orang yang paling bagus tulisannya. Selain itu, ia dikenal sebagai orang yang
paling tahu bagaimana mendidik anak-anak. Az-Zahabi belajar di maktabahnya
selama 4 tahun. Kemudian az-Zahabi pindah dan berguru kepada Mas’ud ibn
Abdullah as-Shalihi yang mengajarkan al-Qur’an al-Karim. Ia juga dikenal
sebagai Imam masjid yang tawadhu’. Az-Zahabi membaca al-Qur’an dihadapan beliau dan mengkhatamkan sampai 40 kali.
Ketika mencapai umur 18 tahun,
beliau mulai memusatkan perhatian pada dua ilmu yang pokok, yakni al-qira’at
dan hadits. Dalam mencari
ilmu, Az-Zahabi tidak pergi ke banyak negeri sebagaimana kebiasaan
ulama’-ulama’ lain. Hal ini disebabkan oleh ayahnya yang melarang az-Zahabi
melakukan rihlah, karena khawatir atas keselamatannya. Karena az-Zahabi
merupakan anak yang patuh kepada perintah orang tuanya, maka beliau menuruti
perintah bapaknya. Maka, tidak heran beliau hanya melakukan rihlah ke tiga
Negara, yakni Syam, Mesir, dan Hijaz ketika musim haji.
Az-Zahabi wafat di Tarbah Ummu as-Shalih pada 3 Dzul
Qa’dah sebelum separo malam tahun 748 H. Beliau dimakamkan di Babus Shagir.
Sebelum maghrib saat malam kewafatannya, Syeikh Taqiyuddin as-Subki yakni bapak
dari at-Taju as-Subki, hadir mengunjungi az-Zahabi dan menanyakan keadaannya.
B. Karya-karya beliau
Disebutkan az-Zahabi telah mengarang lebih dari dua ratus karya. Berikut
adalah diantara sebagian karya-karya beliau :
1.
Dalam bidang Qira’at
a) At-Talwihat fi Ilmil Qira’at
2.
Dalam bidang hadits
a)
Al-Arba’un al-Buldaniyah
b)
Ats-Tsalatsuna al-Buldaniyah
c)
Jalur-jalur hadits “من كنت مولاه فعلى مولاه”. Az-Zahabi berkata dalam Tadzkirah
al-Huffadz, “ adapun hadits yang berbunyi من كنت مولاه فله طرق جيدة diriwayatkan dengan jalur infirad.
d)
Al-Kalam ‘ala Hadits al-Thair.
3.
Al-Mustadrak ‘ala Mustadrak al-Hakim. Kitab ini
berisi tentang pertentangan Haji Khalifah terhadap “al-Mustadrak” yang
dikarang oleh Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi (w.405 H).
4.
Dalam bidang musthalahul hadits
a)
Kitab al-Ziyadah al-Mudhtharabah
b)
Thuruqu Ahadits al-Nuzul
c)
Al-‘Adzbu al-Salsal fi Al-Hadits al-Musalsal
d)
Maniyatut Thalib li Aazzil Muthalib
e)
Al-Muwaqqadzah fi Ilmi Mushtalahil Hadits, dll.
C.
Komentar
Ulama’
Ilmuddin al-Barzali yang dikenal sebagai guru
sekaligus teman dekat az-Zahabi berkomentar, “az-Zahabi merupakan sosok yang
memiliki kelebihan, hatinya bening, melakukan perjalanan untuk menimba ilmu,
banyak menulis. Ia mempunyai karangan-karangan dan ringkasan yang bermanfaat.
Ia juga mempunyai pengatahuan mengenai guru-guru qiraat.”
Al-Hafidz Imaduddin Ibnu Katsir (w. 774) berkomentar, “Beliau adalah
guru besar, sejarawan Islam, dan gurunya para ahli hadits. Guru-guru serta
huffadz banyak yang berguru kepada beliau.”
Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) berkata : “Saya
membaca tulisan al-Badru al-Nabalsi dalam masyikhihi : az-Zahabi adalah orang
yang tahu betul mengenai rawi-rawi dan keadaannya, tajam pemahamannya, dan
bijaksana.” Bahkan, Ibnu Hajar ketika minum air zam zam, dia berdoa agar
diberi kecerdasan dan hafalan setingkat dengan az-Zahabi.
D.
Studi
Kitab Mizan al-I’tidal fii Naqd al-Rijal
1.
Sekilas
Tentang Kitab Mizanul I’tidal
Judul lengkap Kitab ini adalah Mizanul
I’tidal fii Naqd ar-Rijal, yang lebih dikenal dengan al-Mizan,
buah karya al-Imam al-Hafidzh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ad-Dzahaby.
Kitab ini merupakan karya masterpiece ad-Dzahaby
dalam kajian ilmu kritik rijal (naqd ar-rijal) dalam studi jarh atau ta’dil.
Upaya inilah yang mengantarkannya kepada popularitas dalam diskursus
kajian ini, hal tersebut semata-mata merupakan hasil kesungguhan ad-Dzahaby
yang ia curahkan sepenuhnya dalam penyusunan kitab ini.
Kitab ini merupakan salah satu ensiklopedi terlengkap yang berisi biografi
para rijal hadits yang sedikit banyak memiliki masalah, mulai dari perawi yang
benar-benar pendusta atau pemalsu ( kadzdzab, wadlla’, dsb. ) hingga
perawi tsiqah yang “bermasalah“, seperti melakukan bid’ah ( tsiqat
atsbat alladzina fihim bid’ah ), dsb. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh
ad-Dzahaby sendiri terkait konten kitab ini yang memuat beberapa kategori
perawi yang dicantumkan di kitab ini.[1]
Dalam kitab ini tidak diuraikan perawi yang maqbul, bahkan yang
dinilai para kritikus dengan mahalluhu as-shidq, laa ba’sa bih, shalihul
hadits, yultab haditsuhu, syaikh, dan sejenisnya yang termasuk istilah
justifikasi ta’dil tingkat paling rendah, karena semuanya masih menunjukan ketiadaaan
dha’if secara mutlak.[2]
Ad-Dzahaby berkata dalam muqaddimahnya: “mizan al-I’tidal merupakan
suatu ensiklopedia yang menjelaskan tentang kajian transmisi hadits Nabi dan
atsar yang aku susun setelah kitab al-Mughny. Aku menulis konten kitab
ini dengan panjang lebar, di dalamnya terdapat sekian nama para perawi hadits,
sebagai tambahan dari kitab al-Mughny yang mayoritas dinukil dari kitab al-Hafil[3]
sebagai pelengkap kitab al-Kamil karya Ibnu ‘Addy. ”[4]
2.
Motivasi ad-Dzahaby dalam Menyususn Kitab Mizan
al-I’tidal
Berdasarkan fenomena
yang terjadi di kalangan pakar jarh-ta’dil, yaitu apresiasi yang
sangat positif yang mereka berikan kepada kitab al-Kamil fi Dlu’afa al-Rijal
karya Ibnu ‘Addy, ad-Dzahaby kemudian berusaha keras untuk menyelami lebih
dalam kajian ilmu ini. Ia
melakukan pengembaraan akademis demi memperdalam kajian ini. Dengan demikian,
dalam kitabnya ia mencantumkan setiap orang yang diperbincangkan dalam masalah
tersebut ( jarh-ta’dil). Namun kendati demikian, ia tidak pernah
menyinggung seorangpun dari kalangan sahabat.[5]
3.
Metode dan Sistematika ad-Dzahaby dalam Menyusun Mizan al-I’tidal
Dalam muqaddimah tahqiq kitab Mizan al-I’tidal disebutkan bahwa secara
konklusif, Ad-Dzahaby rahimahullah menyusun kitabnya dengan sistematika
alfabetis (tartib ‘ala huruf al-mu’jam).Selanjutnya pengurutan tersebut
diterapkan dalam nama-nama ayah perawi, kemudian setelah itu ia menjelaskan
nama-nama kunyah ( julukan ) para perawi, lalu siapa saja perawi yang
populer karena ayahnya, kemudian menjelaskan silsilah keturunannya, menjelaskan
perawi yng namanya masih majhul dari kalangan laki-laki dan perempuan, lalu
menyebutkan nama-nama kunyah peawi perempuan dan diakhiri dengan perawi tanpa
nama namun diidentifikasi dengan kata walidatu fulaan.[6]
Secara umum, Metode dan sistematika kitab Mizanul I’tidal ialah :
a)
Menggunakan
sistematika mu’jam (alfabetis) dalam mengurut para perawi.
Hal ini dimaksudkan supaya lebih mudah diakses. Sistem alfabetik ini juga
digunakan dalam mengurut nama ayah perawi. Selanjutnya terkadang juga
disebutkan kunyah perawi dan runtutan nasabnya. Tak lupa ia juga menyebutkan
beberapa guru perawi secara ringkas, baru kemudian ia menguraikan kritikannya
terkait problem yang dimiliki si perawi tanpa menjangkau wilayah isnad.
Contohnya :
996 [ 1420 ] - أشعث بن براز الهجيمي ( 2 ) عن الحسن و ثابت
ضعفه ابن معين و غيره و قال النسائي متروك
الحديث و قال البخاري منكر الحديث
Juga
terkadang ia mencantumkan hadits yang diriwayatkan oleh si perawi, Misalnya :
( 1656 ) ( صح ) بشر بن الوليد
الكندي الفقيه سمع عبد الرحمن بن الغسيل ومالك بن أنس وتفقه بأبي يوسف وروى عنه
البغوي وأبو يعلي وحامد بن شعيب وولي قضاء مدينة المنصور الى سنة ثلاث عشرة ومائتي أخبرنا أحمد بن اسحاق أخبرنا الفتح بن عبد الله الكاتب أخبرنا هبة الله بن
الحسين الكاتب أخبرنا أحمد بن محمد بن النقور حدثنا عيسى بن علي إملاء أخبرنا أبو
القاسم عبد الله بن محمد حدثنا بشر بن الوليد الكندي حدثنا إبراهيم بن سعد عن
الزهري عن أنس أنه أبصر على النبي صلى الله عليه وسلم خاتم ورق يوما واحدا فصنع
الناس خواتيمهم ورأى في يد رجل خاتما فضرب أصبعه حتى رمى به هذا حديث صالح الإسناد
غريب .
b)
Mencantumkan
rumusan-rumusan tertentu pada setiap perawi yang haditsnya diriwayatkan oleh
salah satu Imam pengarang kutub Sittah.[7]
Rumusan-rumusan
tersebut adalah :
1)
( ع )
kode untuk para perawi yang terdapat dalam al-Kutub al-sittah.
2)
(عو )
kode untuk para perawi dalam kitab sunan yang empat.
3)
(خ )
kode untuk perawi dalam Shahih Bukhari
4)
(م )
kode untuk perawi dalam Shahih Muslim
5)
(د )
kode untuk perawi dalam Sunan Abu
Dawud
6)
(ت )
kode untuk perawi dalam Sunan al-Turmudzi
7)
(س )
kode kode untuk
perawi dalam Sunan al-Nasa’i
8)
(ق )
kode untuk perawi
dalam Sunan Ibn Majah.
Contohnya
seperti :[8]
بِشر بن آدم) [ د، ت، ق].
Maksudnya
hadits yang diriwayatkan oleh Basyar bin Adam dikeluarkan oleh Abu Daud,
Tirmidzy dan Ibnu Majah. Di samping itu juga terdapat suatu rumus yang berarti
seluruh komentar mengarah kepada ke-tsiqahan perawi : ( صح) yang dicantumkan di permulaan nama
perawi. Seperti :[9]
( 1656 ) ( صح ) بشر بن الوليد
الكندي الفقيه
c)
Seringkali
menjustifikasi kualitas suatu jalur sanad. Contohnya
seperti di atas.
d)
Penggunaan
kata : “ Majhulun “ yang seluruhnya merupakan perawi majhul versi
Ibnu Abi Hatim. Adapun kata selainnya seperti fihi
Jahalah.. dst, maka ia adalah pendapat ad-Dzahaby sendiri.
e)
Hanya
memuat himpunan dari beberapa biografi perawi yang “bermasalah”,
mulai dari perawi yang benar-benar pendusta atau pemalsu (kadzdzab, wadlla’,
dsb.) hingga perawi tsiqah yang “bermasalah”, seperti melakukan
bid’ah ( tsiqat atsbat alladzina fihim bid’ah ), dsb.
f)
Tidak
dicantumkan biografi sahabat. Hal ini sebagaimana
diungkapkan ad-Dzahabi sendiri dikarenakan keagungan dan kemuliaan sahabat itu
sendiri, maka dirasa tidak perlu untuk duraikan dalam kitab ini, karena letak
kedla’ifan berasal dari perawi setelah mereka.[10]
g)
tidak
diuraikan biografi satupun biografi para Imam yang dijadikan panutan dalam
masalah furu’. Seperti para imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali) dan dua Imam hadits (Bukhari-Muslim), dsb. dengan alasan
yang sama dengan sahabat.
h)
Struktur Pembagian
Kitab karangan adz-Dzahabi ini
terbagi dalam 8 bagian :
Bagian pertama : membahas
mengenai biografi rawi-rawi laki-laki dan perempuan yang diurutkan berdasarkan
alfabetis (al-manhaj al-mu’jam) dari alif sampai ya :
العدد
|
رقم الرواة
|
الراوي الاول
و الاخير
|
الحروف
|
الرقم
|
1122
|
1-1122
|
ابان بن اسحاق - أيوب شامي
|
الالف
|
1
|
215
|
1123-1337
|
باذام أبو صالح - بيان الزنديق
|
الباء
|
2
|
217
|
1138-1354
|
تبيع أبو العدبس - توبة العنبري
|
التاء
|
3
|
57
|
1355-1411
|
ثابت بن أحمد أبو البركات المؤدب -
ثهلان بن قبيصة
|
الثاء
|
4
|
184
|
1412-1595
|
جابان - جويبر بن سعيد
|
الجيم
|
5
|
803
|
1596-2398
|
حابس اليماني - حية بن حابس
|
الحاء
|
6
|
190
|
2399-2588
|
خارجة بن عبد الله بن سليمان -
خيران بن العلاء
|
الخاء
|
7
|
110
|
2589-2698
|
دارم – دينار
|
الدال
|
8
|
8
|
2699-2706
|
ذاكر بن موسى بن شيبة العسقلاني -
ذيال بن عبيد بن حنظلة عن جده
|
الذال
|
9
|
113
|
2707-2819
|
راشد بن جندل - ريحان بن يزيد
|
الراء
|
11
|
224
|
2820-3043
|
زاذان أبو عمر - زينب بنت كعب
|
الزاء
|
12
|
610
|
3044-3653
|
سابق بن عبد الله الرقي - السيف
الآمدي المتكلم
|
السين
|
13
|
115
|
3654-3768
|
شاذان -
شيخ بن أبي خالد
|
الشين
|
14
|
161
|
3769-3929
|
صاعد بن الحسن الربعي – صهيب
|
الصاد
|
15
|
38
|
3930-3967
|
ضبارة بن عبد الله - ضوء بن ضوء
|
الضاد
|
16
|
73
|
3968-4040
|
طارق بن أبي الحسناء - طيفور بن
عيسى أبو يزيد البسطامي
|
الطاء
|
17
|
8
|
4041-4048
|
ظبيان بن صبيح الضبي - ظليم بن حطيط
|
الظاء
|
18
|
2595
|
4049-6643
|
عاصم بن بهدلة - عيينة بن عبد
الرحمن
|
العين
|
19
|
41
|
6644-6684
|
غازي بن جبلة - غيلان بن أبي غيلان
|
الغين
|
20
|
109
|
6685-6793
|
فاتك بن فضالة - الفيض بن وثيق
|
الفاء
|
21
|
138
|
6794-6931
|
قابوس بن أبي ظبيان - قيس بن هبار
|
القاف
|
22
|
60
|
6932-6991
|
كادح بن جعفر - كيسان أبو بكر
|
الكاف
|
23
|
17
|
6992-7009
|
لقمان بن عامر - ليث بن أبي المساور
|
اللام
|
24
|
1980
|
7010-8989
|
مازن العائذي - مينا بن أبي مينا
|
الميم
|
25
|
166
|
8990-9155
|
نابت بن يزيد شامي - نوفل بن عبد
الملك
|
النون
|
26
|
172
|
9156-9327
|
هارون بن أحمد - هيصم بن الشداخ
|
الهاء
|
27
|
118
|
9328-9445
|
الوازع بن نافع العقيلي الجزري –
وهب
|
الواو
|
28
|
3
|
9446-9448
|
لاحق بن الحسين المقدسي - لاهز أبو
عمرو التيمي
|
اللام الف
|
29
|
486
|
9449-9934
|
ياسر - يونس الكذوب
|
الياء
|
30
|
Dari tabel
di atas, kita bisa melihat bahwa rawi-rawi yang terdapat pada bagian pertama
ini tidaklah sedikit, bahkan jika jumlahkan, total semuanya mencapai 9934 rawi
dari huruf alif sampai ya’.
Contoh :
19 [ 31 ] - ابان بن الوليد بن هشام المعيطي ( 6 ) عن الزهري قال
أبو حاتم مجهول
Bagian kedua :
membahas tentang kunyah-kunyah yang di awali dengan kunyah lafadz أبو. Pada bagian kedua, az-Zahabi memulai
dengan mencantumkan rawi yang bernama Abu Ibrahim (no. 9935) dan mengakhiri
dengan perawi Abu Yunus (no.10762). seluruh perawi pada bagian kedua ini
sebanyak 828 rawi.
Contoh :
10760
( . . . ) أبو يوسف المديني عن هشام بن عروة قال ابن معين ليس بثقة
Bagian ketiga : membahas
rawi-rawi yang populer dengan ayahnya. Adz-Dzahabi mengawalinya dengan (ابن). Rawi Ibnu A’bud (no.10763) adalah rawi
pertama yang tercantum dalam bagian ketiga ini, selanjutnya Ibnu Muhammad ibn Muslimah
(no.10865) adalah
rawi terakhirnya. Jumlah keseluruhan rawi pada bagian ketiga ini sebanyak 103.
Contoh :
10830
( . . . ) ابن غيلان عن عبد الله بن مسعود في الوضوء بالنبيذ قال أبو رزعة مجهول
Bagian keempat : membahas
mengenai nasab (hubungan pertalian keluarga). Az-Zahabi mengawalinya dengan
Iskaf Sa’ad ibn Dzarif (no.10866) sampai al-Waqhasi Utsman ibn Abdurrahman (no.
10920). Jumlah keseluruhan rawi pada bagian keempat ini sebanyak 55 rawi.
Contoh :
10920
( 5883 ت ) الوقاصي عثمان بن عبد الرحمن السعدي
Bagian kelima : membahas
nama-nama rawi yang majhul. Diawali dengan rawi yang bernama
Ibrahim ibn Abi Asid (no. 10921) dan diakhiri dengan rawi Abu Bakr ibn Abi
Syaibah (no. 10939). Jumlah keseluruhan rawi pada
bagian kelima ini sebanyak 19 rawi.
Contoh :
10925
( . . . ) إسماعيل ( د ت ) بن أميه عن أبي أبيه عن أبي هريرة قيل هو أبو اليسع ولا
يعرف
Bagian keenam : membahas
rawi-rawi perempuan yang majhul. Diawali dengan rawi perempuan yang bernama Asma’
bint Said (no.10940), dan diakhiri dengan Hunaidah (no.11011). jumlah
keseluruhan rawi pada bagian keenam ini sebanyak 72 rawi.
Contoh :
10941( 5888
ت ) أسماء بنت عابس عن أبيها لا تعرف روى عنها الحسن بن الحكم النخعي
Bagian ketujuh : membahas
tentang nama-nama kunyah dari rawi-rawi perempuan. Di bagian ketujuh, az-Zahabi
memulainya dengan rawi yang bernama Ummu Aban bint al-Wazi’ (no. 11012), dan
dibagian akhir menyebut rawi Ummu Yunus bint Syaddad (no.11045). Rawi yang
terdapat dibagian ketujuh ini sebanyak 34 rawi.
Contoh :
11030
( 5977 ت ) أم سعيد بنت مرة الفهرية عن أبيها لا تعرف وعنها أنيسة
Bagian
kedelapan : membahas orang yang tidak disebutkan namanya dan adz-Dzahabi
mengawalinya dengan lafadz والددة. Az-Zahabi
mengawalinya dengan Walidah Khithab ibn Shalih (no.11046) dan mengakhiri dengan
rawi Walidah Ummu Hakim (no. 11061). Pada bagian kedelapan jumlah keseluruhan
rawi sebanyak 16 rawi.
Contoh :
11046
( 5989 ت ) والدة خطاب بن صالح ( د ) عن سلامة وعنها ابنها
1)
Perawi yang
suka berdusta dan pemalsu.
2)
Perawi yang
suka berdusta ; mengaku mendengar suatu hadits padahal sebenarnya tidak
(berpura-pura mendengar).
3)
Perawi yang tertuduh dengan pemalsuan atau
pendustaan.
4)
Perawi yang ditinggalkan dan dijatuhkan ( al-matrukun
al-halaky) yaitu perawi yang banyak melakukan kesalahan, hadistnya
ditinggalkan dan riwayatnya tidak dijadikan sandaran.
5)
Perawi yang “ berdusta “ dalam dialek ( lahjah
) mereka dan tidak berdusta dalam hadits Nabi.
6)
Perawi yang berpredikat hafidz yang
memiliki kelemah-lembutan dalam spiritual namun memiliki kelemahan dan
kelunakan dalam hal ‘adalah-nya.
7)
Perawi hadits yang lemah dan tidak sampai
derajat al-Hafidz, mereka memiliki justifikasi negatif berupa wahm (tuduhan
negatif) dan ghalath (kesalahan), namun haditsnya tidak
ditinggalkan oleh para Huffadz, mereka menerima hadits tersebut dalam hal syawahid
dan mutabi’ dan tidak menerimanya ketika terkait masalah ajaran pokok
agama ( al-ushul ), halal dan haram.
8)
Para guru
yang mastur, yaitu mereka yang memiliki kelemahan dan tidak sampai
predikat al-Atsbat dan al-Mutqin.
9)
Orang-orang yang termasuk kategori majhul berdasarkan
versi Abu Hatim al-Razi yang diacu oleh ad-Dzahaby, dengan ungkapan : majhulun,
atau dengan ungkapan lainnya seperti : Laa yu’rafu, fihi jahalah …
10)
Para guru yang tsiqat namun
mereka diketahui melakukan bid’ah atau mereka yang dijustifikasi tsiqat oleh
kritikus yang komentarnya tidak diperhitungkan, disebabkan ia termasuk orang
yang inkonsisten dan menyalahi dengan mayoritas kritikus.
Di bawah ini adalah beberapa terma jarh-ta’dil menurut kriteria
ad-Dzahabi yang diurut secara hierarkis :[12]
No
|
Ta’dil
|
No
|
Jarh
|
1.
|
ثبت حجة وثبت حافظ وثقة متقن وثقة ثقة
|
1.
|
دجال كذاب او وضاع يضع الحديث
|
2.
|
ثقة
|
2.
|
متهم بالكذب ومتفق على تركه
|
3.
|
مقبول
|
3.
|
متروك ليس بثقة وسكتوا عنه وذاهب الحديث وفيه نظر وهالك
|
4.
|
صدوق
|
4.
|
واه بمرة وليس بشئ وضعيف جدا وضعفوه ضعيف وواه [ ومنكر الحديث ] ونحو ذلك
|
5.
|
ولا باس به وليس به باس
|
5.
|
يضعف وفيه ضعف وقد ضعف ليس بالقوي ليس بحجة ليس بذاك يعرف وينكر فيه مقال
تكلم فيه لين سيء الحفظ لا يحتج به اختلف فيه صدوق [ لكنه ] مبتدع ونحو ذلك
|
6.
|
محله الصدق وجيد الحديث وصالح الحديث وشيخ وسط وشيخ حسن الحديث وصدوق ان
شاء الله وصويلح ونحو ذلك
|
4.
Moderatisme ad-Dzahaby Dalam Mizan al-I’tidal
Secara ideologis, dapat diketahui bahwa Ad-Dzahabi adalah seorang yang moderat (al-Washity). Hal ini bisa terlacak dari kitab
karangannya tentang orang-orang yang dijadikan acuan dalam jarh-ta’dil (fii
man yu’tamadu qauluhu fil jarh wa ta’dil). Ia membagi para kritikus dalam kedalam tiga kategori : pertama, berdasarkan
inkonsistensi perawi (ta’annut), kedua, berdasarkan keserampangan
perawi (tasaahul). ketiga, berdasaran moderatisme perawi (I’tidaal).[13]
Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa ad-dzahaby merupakan seorang kritikus yang
cermat dan penuh pertimbangan terhadap mereka yang inkonsisten, serampangan dan
yang moderat. Maka ada dugaat kuat bahkan memang merupakan konsensus para Ulama Rijal bahwa ad-Dzahaby
merupakan seorang kritikus yang moderat yang menghindari ekstrimisme.
Ad-Dzahabi sendiri mencantumkan rumus-rumus jarh-ta’dil secara hierarkis mulai
dari tingkat tertinggi sampai terendah kemudian menjelaskan aplikasinya dalam
kritik rijal. Moderatisme ad-Dzahaby dapat dilacak misalnya dari uraian biografi
Abanu bin Taghlib al-Kuufy:[14]
ابان بن تغلب
[ م عو ] الكوفي شيعي جلد لكنه صدوق فلنا صدقه وعليه بدعته وقد وثقه أحمد بن
حنبل ويحيى بن معين وابو حاتم واورده ابن عدي وقال كان غاليا في التشيع وقال
السعدي زائغ مجاهر فلقائل ان يقول كيف ساغ توثيق مبتدع وحد الثقة العدالة والاتقان
فكيف يكون عدلا من هو صاحب بدعة وجوابه ان البدعة على ضربين فبدعة صغرى كغلو
التشيع او كالتشيع بلا غلو ولا تحرف فهذا كثير في التابعين وتابعيهم مع الدين
والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء لذهب جملة من الاثار النبوية وهذه مفسدة
بينة ثم بدعة كبرى كالرفض الكامل والغلو فيه والحط على أبي بكر وعمر - رضي
الله عنهما - والدعاء الى ذلك فهذا النوع لا يحتج بهم ولا كرامة وايضا فما استحضر
الان في هذا الضرب رجلا صادقا ولا مامونا بل الكذب شعارهم والتقية والنفاق دثارهم
فكيف يقبل نقل من هذا حاله حاشا وكلا فالشيعي الغالي في زمان السلف وعرفهم هو من
تكلم في عثمان والزبير وطلحة ومعاوية وطائفة ممن حارب عليا - رضي الله عنه وتعرض
لسبهم والغالي في زماننا وعرفنا هو الذى يكفر هؤلاء السادة ويتبرأ من الشيخين ايضا
فهذا ضال معثر [ ولم يكن ابان بن تغلب يعرض للشيخين اصلا بل قد يعتقد عليا افضل
منهما
Di sini dapat terlihat bagaimana moderatisme ad-Dzahaby yang mengkritik mainstream
yang ada pada saat itu. Sebenarnya ia menyadari bahwa komentar yang
dicetuskannya memang bersebrangan dengan mainstream yang ada tentang bid’ahnya
perawi syi’ah. Oleh karenanya, ia melakukan pembelaan dengan menklarifikasi
konsep bid’ah dalah diskursus kritik rijal hadits.
5.
Selektivitas ad-Dzahaby Dalam Menyusun Mizan al-I’tidal
Ad-Dzahaby tidak begitu saja menerima komentar-komentar para ulama
terdahulu tanpa klarifikasi dan di re-check ulang. Bahkan, ia tidak
segan-segan mengkritik dan memberikan verifikasi terkait beberapa komentar yang
menurutnya tidak benar setelah dilakukan penelusuran. Hal ini sebagaimana
kritik ad-Dzahaby terkait komentar Abu Ya’qub al-Fasawi kepada Zaid bin Wahb
al-Juhny, salah seorang perawi tabi’n yang di-tsiqah-kan oleh jumhur
ulama kecuali oleh al-Fasawi :[15]
فهذا الذي استنكره الفسوي من حديثه ما سبق إليه ولو فتحنا هذه الوساوس
علينا لرددنا كثيرا من السنن الثابتة بالوهم الفاسد
Kritik ad-Dzahaby tidak terhenti
pada komentar-komentar para kritikus, namun lebih dari itu, ia juga
secara leluasa mengkritik beberapa kitab-kitab yang menjadi sumbernya dalam
menyusun karyanya ini. Misalnya ia mengkritik kitab ad-Dlu’afa karya
Ibnu Jauzy terkait komentarnya yang menurut ad-Dzahaby tidak disertai
bukti-bukti yang mamadai terkait biografi Aban bin Yazid al-‘Athhar :[16]
وقد اورده ايضا العلامة أبو الفرج بن الجوزي في الضعفاء ولم يذكر فيه اقوال
من وثقة وهذا من عيوب كتابه يسرد الجرح ويسكت عن التوثيق
Namun sebagai akademisi yang
menjunjung tinggi objektivitas, di samping mengkritik beberapa kekurangan yang
terdapat dalam suatu kitab, ia juga mengapresiasi beberapa kitab dengan
memberikan pujian. Misalnya sanjungan ad-Dzahaby kepada kitab karya al-‘Aqily :
وله مصنف مفيد في معرفة الضعفاء
6.
Sumber-Sumber Rujukan
Ad-Dzahabi
Dalam menyusun kitab Mizanul
I’tidal, ad-Dzahabi merujuk kepada beberapa kitab karya ulama-ulama yang
memiliki kapabilitas dalam bidang ilmu ini, sebagaimana yang ia sebutkan dalam
muqaddimah kitabnya seperti :[18]
a.
Yahya bin Sa’id al-Qhattan w. 198 H
b.
Yahya bin Ma’in w. 233 H
c.
‘Ali bin al-Madiny w. 234 H
d.
Ahmad bin Hanbal w. 241 H
e.
Abu Khaitsamah w. 234 H
f.
Abu Zur’ah al-Razi w. 263 H
g.
Abu Hatim al-razi w. 277
h.
Al-bukhari w. 256 H.
i.
An-Nasa’i
j.
Ibn Khuzaimah
k.
Ad-Daulaby
l.
Al-‘Aqily
m.
Ibn Hibban
n.
Al-Hakim, dsb.
Diantara kitab yang merupakan sumber utama ad-Dzahabi ialah : al-Kamil karya
Ibnu ‘Addy yang diklaim ad-dzahaby sebagai kitab paling paripurna terkait studi
perawi-perawi yang dlaif,[19]
ad-dlu’afa karya al-‘Aqily, ad-Dlu’afa karya al-hakim
an-naisabury, al-Jarh wa ta’dil karya Ibn Abi Hatim, dsb.
7.
Apresiasi Para Ulama
Terhadap Kitab Mizan al-I’tidal
Sebagai salah satu kitab masterpiece dalam kajian kritik Rijal
hadits, tidak heran jika para Ulama memberikan apresiasi kepada kitab
ini. Hal ini diwujudkan misalnya dengan “ me-recycle “ kitab tersebut
dalam bentuk mukhtashar, ta’liq, tadzyil, talkhis, istidrak, dsb. yang
merupakan karya apresiatif baik berupa ringkasan, kritikan, catatan tambahan,
dsb Diantaranya :
a.
Tahrir al-Mizan dan Lisan
al-Mizan, karya Ibnu Hajar al-‘Asqalany. Lisan
al-Mizan; dan Mizan al-I'tidal karya al-Hafizh adz-Dzahabi adalah kitab paling lengkap
yang ditulis mengenai nama-nama para perawi yang dinilai tercela (Majruhin).
Al-Hafizh al-Iraqi telah memberikan catatan kaki padanya, kemudian datang
al-Hafizh Ibnu Hajar lalu memetik dari kitab Mizan al-I'tidal orang-orang yang
tidak disebutkan dalam Tahdzib al-Kamal, dan menggabung-kan kepadanya para
perawi yang luput disebutkan dan biografi tersendiri disertai pemilihan dan
tahqiq.
b.
Zawa’id al-Lisan ‘ala al-Mizan, as-Suyuthy.
c.
Naqd an-nuqshan fii Mi’yar al-Mizan, karya Burhanuddin bin Muhammad al-Halaby.
d.
Tadzyil karya al-Hafidz al-‘Iraqy,
dll.
Namun perlu diingat,
sebagai suatu korpus terbuka, wacana yang dikembangkan ad-Dzahaby dalam
kitabnya ini juga tidak lepas dari kritikan. Salah satu hal yang mendapat kritikan dalam wacana kitab ini ialah terkait
metode ad-Dzahaby yang sengaja tidak mencantumkan sahabat dan adanya
ditemukannya . Dalam edisi kitab Mizanul I’tidal yang ditahqiq oleh tiga
orang Ulama, Syekh ‘Aly al-Mu’awwadl, Syekh ‘Adil Ahmad dan al-Uztadz Dr.
‘Abdul Fattah, dijelaskan tentang kritik mereka yang menguji konsistensi metode
ad-Dzahabi.
Dalam Miaznul I’tidal terdapat
seorang perawi yang bernama Midlaj bin ‘Amr as-Sulamy yang menurut beliau tidak
diketahui identitasnya :[20]
مدلاج بن عمرو السلمي عن الرماني ويقال الزماري لا يدرى من هو مرثد
مرجى
Padahal sebenarnya ia adalah seorang sahabat yang ikut perang badar yang
wafat pada tahun 50 H. Semua kitab rijal lainnya mengidentifikasi Midlaj
sebagai sebagai sahabat. Sebagaimana terdapat dalam beberapa kitab rijal
seperti : Usdul Ghabah 1 / 999, al-A’lam 7 / 197, al-Isti’ab 1
/ 462, as-Tsiqat Ibnu Hibban 3 / 405, at-Thabaqat al-Kubra 3 /
98, dsb. Hal ini juga disinggung Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan 6 / 12.
Bahkan anehnya ad-Dzahaby sendiri dalam kitab Tajrid Asma as-Shahabat, Juz.
2, halaman 66 mengidentifikasinya sebagai sahabat :
مدلج بن عمرو السلمي ويقال : مدلاج من حلفاء بني عبد
شمس توفي سنة 50 ترجم له ابن منده و ابو نعيم و ابن عبد البر
Hal yang sama juga terjadi dalam identifikasi perawi bernama Sawwar bin
‘Umar :
سوار بن
عمر لا يدرى من هو قال البخاري لم يصح حديثه وهو مرسل ذكره ابن عدي
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mizanul I’tidal fii Naqd ar-Rijal, yang lebih
dikenal dengan al-Mizan, adalah buah karya al-Imam al-Hafidzh
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ad-Dzahaby.
Adapun metode dan sistematika
penulisannya adalah :
1.
Menggunakan
sistematika mu’jam (alfabetis) dalam mengurut para perawi.
2.
Mencantumkan
rumusan-rumusan tertentu pada setiap perawi yang haditsnya diriwayatkan oleh
salah satu Imam pengarang kutub Sittah.
3.
Seringkali
menjustifikasi kualitas suatu jalur sanad
4. Penggunaan
kata : “Majhulun“ yang seluruhnya merupakan perawi majhul versi
Ibnu Abi Hatim
5. Hanya
memuat himpunan dari beberapa biografi perawi yang “bermasalah”
6. Tidak
dicantumkan biografi sahabat.
7.
tidak diuraikan biografi satupun
biografi para Imam yang dijadikan panutan dalam masalah furu’.
8. Struktur
Pembagian Kitab karangan adz-Dzahabi ini
terbagi dalam 8 bagian.
B.
Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan maka
oleh dari itu saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaannya.
[1] Ad-Dzahaby, Mizan
al-I’tidal fii Naqd al-Rijal, (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), Juz 1, hlm. 113.
[3] Karya Syeikh Abi al-Abbas / Ibnu
Rumiyah, al-Hafil fi Takmilah al-Kamil, yang wafat pada th. 628 H.
[5] As-Sabiq dan
Muqaddimah Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar dan Syamsuddin as-Sakhawi : al-I’lan hlm. 586.
No comments:
Post a Comment