Saturday, March 26, 2016

MAKALAH KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN



PEMBAHASAN

A.      Biografi Khalifah Utsman bin Affan
Nama beliau adalah Usman bin Affan bin Abil’Ash bin Umayyah bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qusyai bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Luay bin Gholib. Nasab beliau bertemu dengan Rosulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pada kakek ke lima yaitu Abdul Manaf dari jalur ayahnya. Beliau menisbatkan dirinya kepada bani Umayyah, salah satu kabilah Quraisy.[1] Beliau dilahirkan di Thoif, sebagian pendapat ada yang mengatakan di Mekah. Beliau lahir pada tahun 567 M, yakni enam tahun setelah tahun gajah, beliau lebih muda dari Rosul SAW selisih enam tahun. Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Robi’ah bin Hubaib bin ‘Abdi syams bin ‘Abdi Manaf . Beliau tumbuh diatas akhlak yang mulia dan perangai yang baik. Beliau sangat pemalu, bersih jiwa dan suci lisannya, sangat sopan santun, pendiam dan tidak pernah menyakiti orang lain. Beliau suka ketenangan dan tidak suka keramaian, kegaduhan, perselisihan, teriakan keras. Dan beliau rela mengorbankan nyawanya demi untuk menjauhi hal-hal tersebut. Dan karena kebaikan akhlak dan mu’amalahnya, beliau dicintai oleh Quraisy, Nama panggilannya Abu Abdullah dan diberi gelar Dzunnurrain (yang mempunyai dua cahaya). Sebab digelari Dzunnuraian karena beliau menikahi dua putri rasulullah yaitu: Roqqoyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah berkata ; Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu. Dari pernikahannya dengan Ruqoyyah lahirlah anak laki-laki. Tapi tidak sampai besar anaknya meninggal ketika berumur 6 tahun pada tahun 4 Hijriah. Beliau wafat pada tahun 35 Hijriah berumur 82 tahun. Menjabat sebagai khalifah ketiga selama 12 tahun.
Beliau mempunyai 9 anak laki-laki yaitu Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ashgar, Amru, Umar, Kholid, al-Walid, Uban, Said dan Abdul Muluk dan 6 anak perempuan[2]. Utsman bin’Affan Radhiyallahu‘anhu hidup ditengah orang-orang musyrikin Quraisy yang menyembah berhala-berhala, namun beliau tidak menyukai kesyirikan, animisme dinamisme serta adat istiadat yang kotor. Beliau menjauhi segala bentuk kotoron jahiliyah yang mereka lakukan, beliau tidak pernah berzina, membunuh, ataupun meminum khamer. Perjuangannya dalam membela Islam tidak hanya dengan hartanya saja. Tapi juga raga dan nyawanya. Beliau sangat senang mengeluarkan hartanya demi kepentingan Islam. Hingga pernah mengirimkan setengah pasukan ke medan perang dengan hartanya. Pernah mendermakan 300 unta dan 50 kuda tunggangan.[3] Begitu juga mendermakan 1000 dinar yang diserahkan langsung kepada Rasulullah. Rasulullah pun berkata; “Apa yang diperbuat pada hari ini, Utsman tidak akan merugi (di akhirat)” (HR.Tirmidhi). Pada waktu orang-orang membutuhkan air untuk keperluan dirinya dan hewan ternaknya, Utsman membeli sumber mata air dari Raimah,[4] seorang Yahudi, untuk diwakafkan kepada umum. Mengenai kedermawannya, Abu Hurairah berkata; “Utsman bin Affan sudah membeli surga dari Rasulullah dua kali; pertama ketika mendermakan hartanya untuk mengirimkan pasukan ke medan perang. Kedua ketika membeli sumber air (dari Raimah)” (HR.Tirmidhi).
Beliau termasuk 10 orang yang dikabarkan akan masuk surga. Dalam menjalani hidupnya, beliau sangat takut dengan azab dan siksa Allah. Hingga suatu ketika berkata; Sekiranya diriku berada di antara surga dan neraka dan saya tidak tahu mana diantara dua itu saya akan masuk, niscaya saya akan pilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana saya dimasukkan. Rasulullah pernah mengkabarkan bahwa dirinya termasuk ahli surga karena sabar dan tawakal menghadapi cobaan dan derita dari Allah. Begitu fitnah yang menimpa dirinya hingga akhirnya terbunuh secara kejam dan dholim. Pada waktu perang Uhud, beliau berdiri bersama Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Tiba-tiba gunung itu bergetar, kemudian Rasulullah berkata; Mohon jangan lari, tetap berada di Uhud. Jangan takut, kamu bersama nabi, Abu Bakar dan dua orang syahid (HR.Bukhori).
B.       Kebijakan dan Prestasi Utsman Ketika Menjabat Sebagai Khalifah
Masa kekhalifahan Utsman bin Affan merupakan masa yang paling makmur dan sejahtera. Ada yang menyebutkan dalam ceritanya sampai rakyatnya melakuakan haji berkali-kali. Bahkan seorang budak dijual sesuai berdasarkan berat timbangannya. Beliau adalah khalifah yang pertama kali melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara. Hal ini belum pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Abu Bakar dan Umar bin Khotthob biasanya mengadili suatu perkara di masjid. Pada masa Utsman khutbah Idul fitri dan Idul adha didahulukan sebelum sholat. Begitu juga adzhan pertama pada sholat Jum’at. Beliau memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk menghidupkan kembali tanah-tanah yang kosong untuk kepentingan pertanian. Pada masa Utsman juga, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunnyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakai untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah.
Adapun prestasi yang diperoleh selama beliau menjadi Khalifah antara lain bagai berikut:[5]
  1. Perluasan wilayah Islam
 Perlu diketahui bahwa setelah Kholifah Umar RA wafat ada beberapa daerah yang membelot terhadap pemerintahan Islam. Sebagaimana yang di lakukan oleh Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam, akan tetapi pemerintah Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri – negeri Persi lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Turkistan jatuh pada kekuasaan Islam. Juga terdapat daerah lain yang membelot dari pemerintahan Islam, seperti Khurosan dan Iskandaria, adapun Iskandaria bermula dari kedatangan kaisar Konstan II dari Roma Timur atau Bizantium yang menyerang Iskandaria dengan mendadak, sehingga pasukan Islam tidak dapat menguasai serangan . Panglima Abdullah bin Abi Sarroh yang menjadi wali di daerah tersebut meminta pada kholifah Utsman untuk mengangkat kembali panglima ‘Amru bin ‘ash yang telah di berhentikan untuk menangani masalah di Iskandaria. Dan permohonan tersebut di kabulkan, selain itu ,kholifah Utsman bin ‘Affan juga mengutus Salman Robi’ah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia ( Afrika Utara ) di pimpin oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Zarrah, yang mana Tunisia sudah lama sebelumnya di kuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Mu’awiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus. Dimasa pemerintahan Utsman, negeri – negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain : Barqoh, Tripoli Barat, bagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan telah melampui sungai Jihun ( Amu Daria ), negeri Balkh ( Baktaria ) Hara, Kabul, Gaznah di Turkistan.
  1. Pembentukan Armada laut Islam
Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana Kholifah Utsman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Pada saat itu, Muawiyah, gubernur di Syiria harus menghadapi serangan angkatan laut Romawi di daerah pesisir provinsinya. Untuk itu, ia mengajukan permohonan kepada khalifah Utsman untuk membangun angkatan laut dan di kabulkan oleh kholifah. Itulah pembangunan armada yang pertama dalam sejarah Dunia Islam. Selain itu, keberangkatan pasukan ke Cyprus yang melalui lautan, juga ummat Islam agar membangun armada angkatan laut. Pada saat itu pasukan di pimpin oleh Abdullah bin Qusay Al-Harisi yang di tunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima angkatan laut. Di samping itu, serangan yang di lakukan oleh bangsa Romawi ke Mesir melalui laut, juga memaksa ummat Islam agar segera mendirikan angkatan laut. Bahkan pada tahun 646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandria dengan penyerangan dari laut. Atas perintah kholifah ‘Utsman, Amr bin Ash dapat mengalahkan bala tentara bangsa Romawi dengan armada laut yang besar pada tahun 651 M di Mesir.
  1. Kodifikasi al-Qur’an
Pemerintahan Islam semakin meluas, beberapa negara telah di taklukkan dan para Qori’ pun tersebar di berbagai daerah, sehingga perbedaan bacaan pun terjadi yang di akibatkan berbedanya qiro’at dari qori’ yang sampai pada mereka. Sebagian kaum muslimin tidak mempermasalahkan perbedaan tersebut, karena perbedaan-perbedaan tersebut di sandarkan pada Rasul SAW. Sebagian yang lain khawatir akan menimbulkan keraguan pada generasi berikutnya yang tidak langsung bertemu Rasul SAW. Ketika terjadi peperangan di Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, Hudzaifah melihat banyak perbedaan dalam bacaan al-Qur’an. Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada kholifah Utsman. Para sahabat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa perpecahan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin lembaran pertama yang telah di lakukan oleh kholifah Abu Bakar yang di simpan oleh istri Rosul SAW, sayyidah Hafshoh RA. Dan menyatukan umat Islam dengan satu bacaan. Selanjutnya Kholifah ‘Utsman mengirim surat pada Sayyidah Hafsoh agar mengirimkan lembaran-lembaran yang bertuliskan al-Qur’an, kemudian Sayyidah Hafshoh mengirimkannya kepada kholifah Utsma. Kholifah ‘Utsman memerintahkan para sahabat antara lain ; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,  Sa’ad bin Al-‘Ash, dan Abdurrohman bin Harits bin Hisyam,untuk menyalin mushaf . Kholifah ‘Utsman berpesan bila anda berbeda pendapat tentang hal al-Qur’an maka tulislah dengan ucapan lisan Quraisy karena al-Qur’an diturunkan di Quraisy. Setelah mereka menyalin ke dalam beberapa mushaf, kholifah ‘Utsman mengembalikan lembaran mushaf asli kepada Sayyidah Hafshoh.Selanjutnya ia menyebarkan mushaf yang telah di salinnya ke seluruh daerah dan memerintahkan agar semua bentuk lembaran mushaf yang lain di bakar. Mushaf ditulis sebanyak lima buah, empat buah di kirimkan ke daerah-daerah Islam supaya di salin kembali , satu buah di simpan di Madinah untuk Kholifah ‘Utsman sendiri dan mushaf ini di sebut mushaf al-Imam atau mushaf ‘Utsmani.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa motif pengumpulan mushaf oleh Kholifah Abu Bakar dan Kholifah ‘Utsman berbeda. Pengumpulan mushaf yang di lakukan oleh Kholifah Abu Bakar dikarenakan danya kekhawatiran akan hilangnya al-Qur’an karena banyak huffadz yang meninggal pada peperangan, sedangkan motif pengumpulan mushaf oleh Kholifah ‘Utsman dikarenakan banyaknya perbedaan bacaan yang di khawatirkan timbulnya perpecahan. 
  1. Periwayatan Hadits Pada Masa Utsman bin Affan
Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affan tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar.[6] Namun pada dasarnya, periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan عصر إكثار رواية الحديث.
Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jika dibandingkan dengan Umar Selain itu, wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.
Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan karena:
1.         Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
2.         Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
Dalam perkembangannya, periwayatan hadits yang dilakukan para sahabat berciri pada 2 tipologi periwayatan.
1.         Dengan menggunakan lafal haduts asli, yaitu menurut lafal yang diterima dari Rasulullah.
2.         Hanya maknanya saja. Karena mereka sulit menghafal lafal redaksi hadits persis dengan yang disabdakan Nabi.
Pada masa pembatasan periwayatan, para sahabat hanya meriwayatkan hadits jika ada permasalahan hukum yang mendesak. Mereka tidak meriwayatkan hadits setiap saat, seperti dalam khutbah. Sedangkan pada masa pembanyakan periwayatan, banyak dari sahabat yang dengan sengaja menyebarkan hadits. Namun tetap dengan dalil dan saksi yang kuat. Bahkan jika diperlukan, mereka rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari kebenaran hadits yan diriwayatkannya.









PENUTUP


A.      Kesimpulan
Nama beliau adalah Usman bin Affan bin Abil’Ash bin Umayyah bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qusyai bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Luay bin Gholib. Nasab beliau bertemu dengan Rosulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pada kakek ke lima yaitu Abdul Manaf dari jalur ayahnya. Beliau menisbatkan dirinya kepada bani Umayyah, salah satu kabilah Quraisy. Beliau dilahirkan di Thoif, sebagian pendapat ada yang mengatakan di Mekah. Beliau lahir pada tahun 567 M, yakni enam tahun setelah tahun gajah, beliau lebih muda dari Rosul SAW selisih enam tahun.
Kebijakan dan prestasi beliau ketika menjabat khalifah :
1.         Perluasan wilayah islam
2.         Pembentukan armada laut islam
3.         Kodifikasi Al-qur’an
Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affan tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya, periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan عصر إكثار رواية الحديث.
B.       Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.


[1] Jalaluddin al-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, (Dar al-Fikr, tt) h. 138.
[2] Ibid, 13.
[3] Muhammad Yusuf, Hayat al-Shohabah, (Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.) h. 131-132.
[4] Abu Ja’far, Tarikh at – Thabari, ( kairo: Dar al – Ma’arif, 1973 ) Jil. IV , 124.
[5] Philip K Hitti, History Of The Arabs ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 230.
[6] Dr. Idri, M. Ag, Studi hadis, ( Jakarta: Kencana Media Group, 2013), h. 2.

No comments:

Post a Comment