Saturday, March 26, 2016

MAKALAH ILMU BAYAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Ilmu balaghoh adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengolah kata atau susunan kalimat bahasa arab yang indah namun memiliki arti yang jelas, selain itu gaya bahasa yang harus digunakan juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Para ahli balaghoh sepakat membagi ruang lingkup pembahasan ilmu balaghoh menjadi tiga ilmu yang masing-masing berdiri sendiri dengan pembahasannya, yaitu: ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Setelah semester lalu kita mempelajari kajian Ilmu balaghah yang mencakup bagian-bagian dari Ilmu Ma’ani, meliputi: pengertian Ilmu ma’ani, objek kajian dan manfaatnya, musnad dan musnad ilaih, kalam khabar, kalam insya, fashl, washl, qashr, ijaz, ithnab dan musawah. Pada kesempatan kali ini kita melanjutkan kajian Ilmu balaghah tahap selanjutnya, yakni Ilmu Bayan. Ilmu bayan adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan suatu pesan dengan berbagai macam cara yang sebagian nya berbeda dengan sebagian yang lain, dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut. Sedangkan apa saja kajian yang dibahas dalam Ilmu bayan? Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai ilmu bayan dan ruang lingkupnya.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Ilmu Bayan ?
2.      Apa saja ruang lingkup Ilmu Bayan ?
3.      Apa manfaat dari mempelajari Ilmu Bayan ?



BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Ilmu Bayan
Ilmu bayan berasal dari bahasa arab yang artinya “kias” atau “kiasan”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti antara lain :
1.         Perbandingan, persamaan dan ibarat
2.         Sindiran
3.         Analogi
Jadi uslub atau gaya bahasa kiasan yang dibahas dalam ilmu bayan pada dasarnya dibentuk berdasarkan perbandingan dengan analogi, yakni membandingkan suatu benda atau suatu keadaan dengan benda atau keadaan lain, karena keduanya memiliki hubungan kesamaan atau hubungan lain seperti hubungan sebab akibat, hubungan tempat dan lain sebagainya. Sedangkan arti bayan itu sendiri yaitu  الكشف والايضاح(mengungkapkan, menjelaskan),
Firman Allah SWT:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka”.[1]
Maksudnya menjelaskan satu makna dengan berbagai ungkapan atau berbagai uslub, apakah dengan uslub  التشبيه(perumpamaan) atau dengan uslub     الاستعارة(metafora, personifikasi) atau dengan uslub kiasan lainnya, tergantung kepada situasi dan kondisi.
Sedangkan Al-bayan menurut istilah ilmu balaghah adalah :
علم يعرف به ايراد المعنى الواحد المدلول عليه بكلام مطابق لمقتضى الحال بطرق مختلفة فى ايضاح الدلالة عليه   
Artinya : Ilmu bayan ialah ilmu untuk mengetahui tentang cara mendatangkan suatu pengertian yang ditunjukan atasnya dengan perkataan yang muthobaqoh (sesuai) dengan muqtadhol-halnya dan dengan susunan yang berbeda-beda dalam menjelaskan dilalahnya.[2]
B.       Ruang Lingkup Ilmu Bayan
Para Ahli balaghah, sepakat bahwa kajian dalam Ilmu Bayan, mencakup tiga hal, yaitu:   (التشبيه) At-Tasybih (المجاز) Al-majaz dan (الكناية) Al-kinayah.[3]
1.         التشبيه    (gaya bahasa simile)
Dalam kamus Al-munawir, lafadz التشبيه berarti التمثيل dan dalam bahasa Indonesia berarti “persamaan”.
Sedangkan menurut istilah Ilmu balaghah:
التشبيه هو إلحاق امر بامر بادة التشبيه لجامع بينهما
“Yaitu menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan perangkat (sarana) tasybih untuk mengumpulkan diantara keduanya”.[4]
Secara etimologis, al-tasybih berarti al-tamtsil (penyerupaan). Sedangkan secara terminologis adalah menyerupakan antara dua perkara atau lebih yang memiliki kesamaan sifat (satu atau lebih) dengan suatu alat: karena ada tujuan yang dikehendaki oleh pembicara.[5]
Suatu ungkapan yang menyatakan bahwa sesuatu itu mempunyai kesamaan dengan yang lainnya dalam sifat, dalam menyamakan tersebut menggunakan sarana atau perangkat, baik secara eksplisit maupun implisit.
Rukun-rukun At-tasybih ada 4, yaitu:
a)    Musyabbah (المشبة) : sesuatu yang di perbandingkan.
b)   Musyabbah bih  (المشبة به) : Objek yang diperbandingkan.
Gabungan antara Musyabbah dan Musyabbah bih disebut Tharafai tasybih (طرفي التشبيه).
c)    Adat At-tasybih(أداة التشبيه)
Yaitu suatu lafadz yang menunjukkan adanya persamaan (antara dua hal atau lebih), serta mendekatkan musyabbah pada musyabbah bih dalam sifatnya.[6] atau bisa dikatakan Sarana atau perangkat  untuk menyamakan. Sedangkan Adat At-tasybih  ada tiga macam: pertama dari huruf, yaitu: الكف dan   كان, kedua: dari isim, yaitu, مثل, مشابة, نحو, مماثل  dan ketiga: dari fiil, yaitu يماثل, يشابه, يضارع, يحاكى
d)   Wajhu Asy-syabbah(وجه الشَّبة)[7]
Yaitu  makna atau sifat yang dimiliki oleh musyabbah dan musyabbah bih atau Bentuk kesamaan sifat yang disamakan antara Musyabbah (المشبة) dan Musyabbah bih (المشبة به).
Adapun untuk lebih jelasnya mari kita amati contoh dibawah ini:
عليّ كالآسد في الجرأة    (Ali laksana harimau dalam keberaniannya)
عليّ sebagai Musyabbah, الآسد menjadi musyabbah bih, huruf الكف sebagai Adat At-tasybih dan في الجرأة keterangan dari Wajhu Asy-syabah.
Contoh At-tasybih dalam Al-qur’an adalah:
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ
“ Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.” [8]
2.         المجاز (gaya bahasa metafora)
Pengertian Majaz menurut istilah Ilmu balaghah:
المجاز هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له لعلاقة مع قرينة مانعة من إرادة المعنى الساب
“Majaz adalah  yang digunakan tidak  pada tempatnya, karena ada keterkaitan  serta alasan  yang mencegah dari makna terdahulu”.
Macam-macam Majaz ada 2, yaitu:
a)    Majaz ‘aqly
يكون في الاسناد, اي في اسناد الفعل او ما في معناه الى غير ما هوله
“Majaz Aqly adalah majaz yang terjadi pada penyandaran fi’il pada fa’il yang tidak sebenarnya”.
مثال: بنى مدير الجامعة مسجدا
b)      Majaz Lughawy
Pengertian majaz Lughawy menurut istilah adalah:
المجاز اللغوي هو كلمة استعملت في غير ما وضعت له لعلاقة مع قرينة تمنع من إرادة المعنى الحقيقيي
“Majaz  Lughawy  adalah kata yang digunakan tidak  pada tempatnya, karena ada keterkaitan  serta alasan  yang mencegah dari makna hakiki”.
Adapun Pembagian Majaz Lughawy ada 2, yaitu:
1)      Isti’arah (peminjaman kata)
الاستعارة هي مجاز علاقته المشابهة
“Istiarah adalah majaz yang mempunyai hubungan langsung”
Konsep isti‘arah sebenarnya bermuara dari bentuk gaya bahasa tasybih, dan gaya bahasa isti‘arah adalah ungkapan tasybih yang paling tinggi.[9] Menurut mayoritas ahli balaghah gaya bahasa isti‘arah mempunyai tiga unsur; 1. musta‘ar lah (musyabbah), 2. musta‘ar minhu (musyabbah bih), dan 3. musta‘ar (kata yang dipinjam).
Contohnya:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“(ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji“.[10]
Pada contoh kalimat diatas, lafadz majazinya adalah الظُّلُمَاتِ yang berarti kegelapan, dan النُّورِ yang berarti cahaya. Benarkah Al-qur’an dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan ke alam yang terang benderang? Tentu tidak, karena yang dimaksud Allah dalam firmannya bukanlah makna hakiki, melainkan makna majazinya, yaitu الضلالة,  yang artinya kesesatan dan الهدى petunjuk.
Kata “nur” di sini dipinjam untuk memperjelas misi dan pesan kenabian, karena keduanya memiliki fungsi meyakinkan, menghilangkan, serta menepis keraguan atas kebenaran misi kenabian tersebut. Jadi maksud kata “al-nur” adalah kehadiran Nabi Muhammad saw.
2)    Majaz Mursal.
مجاز المرسال هو مجاز تكون علاقة بين المعنى الحقيقة و المجازى قائمة غير المشابهة
“Majaz Mursal adalah majaz yang hubungan antara makna hakiki dan makna majazi merupakan hubungan yang tidak langsung”
Contoh:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’“.[11]
Yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut adalah makna majazi, bukan makna hakiki, yaitu: shalat berjama’ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
3.         الكناية  (gaya bahasa mitonimie)
Lafadz الكناية secara bahasa berbentuk mashdar, diambil dari fiil  كنى يكني كناية atau bias juga masdar dari fiil كنا يكنو كناية  yang berarti menerangkan sesuatu dengan perkataan yang lain, mengatakan dengan kiasan, atau sindiran.
Sedangkan pengertian الكناية menurut istilah Ilmu balaghah adalah:
الكناية هو لفظ أطلق و أريد به لازم معنه مع جواز إرادة المعنى الآصلى
Artinya: lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada arti yang sebenarnya.[12]
Contohnya:
نزلنا على رجل كثير الرماد
Artinya: “kita mampir pada seorang laki-laki yang banyak abu dapurnya”.
Dalam kalimat tersebut terdapat ungkapan كثير الرماد, yang berarti abu dapur, makna yang dimaksud dalam kalimat tersebut bukanlah makna sebenarnya, yakni abu dapur, tetapi makna lain yang menjadi kelazimannya. Makna Yang dikehendaki dari  kalimat كثير الرماد adalah orang yang banyak abu dapurnya, kelazimanya banyak  memasak, orang yang banyak memasak itu kelazimannya banyak menjamin makanan dan minuman, orang yang banyak menjamu tamu itu kelazimannya banyak tamu, orang yang banyak tamu kelazimannya baik hati, dermawan, kharismatik atau dihormati dan disegani.
Jadi untuk mengatakan bahwa seseorang itu dermawan, seseorang tidak mengatakan هو جود    melainkan dengan kalimat هو كثير الرماد, suatu lakimat yang disampaikan namun yang dimaksud adalah makna lain, itulah yang dalam Ilmu bayan dinamakan Al-kinayah (الكناية).[13]
Contoh kinayah dalam Al-qur’an:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.[14]
Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.

C.      Peletak Dasar Ilmu Bayan
llmu Bayan pertama kali dikembangkan oleh Abu Ubaidah lbn al-Matsani (211 H). sebagai dasar pengembangan irmu ini, ia menulis sebuah kitab dengan judul Mazaj Qur’an. Dalam perkembangan berikutnya muncul pula seorang tokoh terkemuka dalam ilmu ini, yaitu; Abd al-Kahir al-Jurzini (471 M). llmu ini terus berkembang dan disempurnakan oleh para ulama berikutnya, sepeti al- Jahizh ibn Mu'taz, Quddamah, dan Abu Hilal al-Askari.[15]
D.      Manfaat mempelajari Ilmu Bayan
Objek kajian ilmu bayan adalah tasybih, majaz, dan kinayah, Melalui ketiga bidang ini kita akan mengetahui ungkapan-ungkapan bahasa Arab yang fasih baik dan benar, serta mengetahui ungkapan-ungkapan yang tidak fasih dan tidak cocok untuk diucapkan. llmu ini dapat membantu kita juga untuk mengungkapkan suatu ide atau perasaan melalui bentuk kalimat dan ushlub yang bervariasi sesuai dengan muqtadha al-hal.
Dengan pengetahuan di atas, seseorang bahkan akan mampu menangkap kemukjizatan al-Qur'an dari aspek bahasanya. Dengan kata lain, lewat kemampuan yang memadai pada ilmu ini seseorang akan mampu menangkap keindahan, ketepatan,dan kehebatan ayat al-qur'an, baik pada tataran jumlah, kalimah, sampai kepada huruf-hurufnya.[16]

















BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Pengertian Ilmu bayan adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan suatu pesan dengan berbagai macam cara yang sebagian nya berbeda dengan sebagian yang lain, dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.
Kajian dari Ilmu bayan adalah meliputi:
1.    At-tasybih
2.    Majaz
a.    Majaz ‘Aqly
b.    Majaz Lughawy
Majaz  Lughawy dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1)   Isti’arah
2)   Majaz mursal.
3.    Kinayah
Objek kajian ilmu bayan adalah tasybih, majaz, dan kinayah, Melalui ketiga bidang ini kita akan mengetahui ungkapan-ungkapan bahasa Arab yang fasih baik dan benar, serta mengetahui ungkapan-ungkapan yang tidak fasih dan tidak cocok untuk diucapkan. llmu ini dapat membantu kita juga untuk mengungkapkan suatu ide atau perasaan melalui bentuk kalimat dan ushlub yang bervariasi sesuai dengan muqtadha al-hal.
B.       Saran
Meskipun kami sudah berusaha maksimal menyelesaikan makalah ini, tapi kami yakin masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Karenanya, kritik dan saran sangat kami nantikan untuk perbaikan selanjutnya. Terima kasih.



[1] Q.S. Ibrahim: 4.
[2] D. Hidayat, Al-Balaghotu lil Jami’,  (Jakarta: PT. Karya Toha Putra, 2002),  h. 112.
[3] Muhammad Yasin bin ‘Isa Al-Fadani,  Hasan As-Shiyaghah, (Al-Barakah, 2007), h. 86.
[4] Fadhil Hasan ‘Abbas, Al-Balaghah Fununiha wa Afnaniha, (Al-Irdan: Daar Al-Furqan, 1986), h. 17.
[5] Ahmad al-Hasyimiy, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi‘, (Maktabah Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960), h. 246.
[6] Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’, (Yogyakarta: Teras, 2007), h. 13.
[7] Ahmad Qalas, Taisir Al-Balaghah, (Jeddah: Mathba’ah Ats-Tsighr, 1995), h. 69.
[8] Q.S. Hud: 44.
[9] Bakri Syaikh Amin, Al-Balaghah al-‘Arabiyah fi Tsaubiha al-Jadid al-Bayan, juz.II, (Beirut: Dar ‘Ilm li al-Malayin, 1995), h. 18
[10] Q.S. Ibrahim: 1.
[11] Q.S. Al-baqoroh: 43.
[12] Abu Hilal Al-‘Askary, Al-Balaghah Al-‘Arabiyyah fi Tsaubiha Al-Jadid, (Beirut: Daar Al-‘Ilm, 1996), h. 46.
[13] Ghufran Zainul Alim, Jawahir Al-Balaghah, (Bandung: Sinar baru Al-gesindo, 2010), hlm. 75
[14] Q.S. Al-Isra’: 29.
[15] Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah,  (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 16.
[16] Ibid.

6 comments:

  1. Terima kasih pembahasanny mudah dipahami

    ReplyDelete
  2. Terimah kasih banyak ini sangat membantu sekali

    ReplyDelete
  3. bagus dan mudah difahami....admin moga perkongsian ilmu ini dapat memberi rujukan yang berguna sekali.

    ReplyDelete
  4. Syukron dg atas penjelasan yg tlah di paparkan.. jazakallah... aamiin..

    ReplyDelete
  5. Izin admin buat dijadikan bahan makalah sebagai tugas kampus. Syukron wa jazaakumullaah khoyroo.

    ReplyDelete