Friday, March 25, 2016

Hadits Akhlak Kepada Rasulullah



PEMBAHASAN

1.    Teks Hadits, Terjemahan dan Takhrij Hadits
a.    Teks Hadits, Terjemahan dan Takhrij Hadits Pertama
حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ.
Terjemahan : Menceritakan kepada kami Abu Al-Yaman, Ia berkata : mengabarkan kepada kami Syu’aib, Ia berkata : menceritakan kepada kami Abu Al-Zinad, dari A’raj, dari Abi Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sebelum diriku lebih dia cintai daripada anak dan orang tuanya serta sekalian manusia.[1]
Takhrij Hadits :
Bila dilihat dari kata  أَحَبَّ yang berasal dari kata حَبَّ maka terdapat di :
·         Bukhari                          : Kitab Iman bab 8
·         Muslim                           : Kitab Iman bab 70
·         Sunan Ibn Majjah          : Kitab Muqaddimah bab 9
·         Sunan Ad-Darimi          : Kitab Riqaq bab 29.[2]




b.   Teks Hadits, Terjemahan dan Takhrij Hadits Kedua
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، قَالَ: حَدَّثَنِي خَالِدُ بْنُ مَعْدَانَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو السُّلَمِيُّ، وَحُجْرُ بْنُ حُجْرٍ، قَالَا: أَتَيْنَا الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ، وَهُوَ مِمَّنْ نَزَلَ فِيهِ {وَلَا عَلَى الَّذِينَ [ص:201] إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ} [التوبة: 92] فَسَلَّمْنَا، وَقُلْنَا: أَتَيْنَاكَ زَائِرِينَ وَعَائِدِينَ وَمُقْتَبِسِينَ، فَقَالَ الْعِرْبَاضُ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Terjemahan : Menceritakan kepada kami Walid bin Muslim, Menceritakan kepada kami Tsaur bin Yazid, Dia berkata : Menceritakan kepadaku Khalid bin Ma’dan, Dia berkata : Menceritakan kepadaku Abdurrahma bin ‘Amr Al-Sulami dan Hujr bin Hujr, keduanya berkata : kami berkunjung kerumah Al-Irbadh bin Sariah dan dia termasuk seorang yang diturunkan ayat “Dan tiada pula dosa atas orang-orang yang apabila merka datang kepadamu, supaya kamu memberi merka kendaraan, lalu kami berkata : “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu” (QS. Al-Taubah 9:92). Kemudian kami mengucapkan salam kepadanya dan kami berkata : “kami datang untuk menziarahimu, duduk-duduk denganmu, dan ingin mendengarkan yang berharga darimu. Al-Irbadh berkata, “Suatu hari Rasulullah SAW shalat bersama kami dan setelah itu beliau menghadap kepada kami, lalu memberi kami nasehat yang sangat berharga, yang membuat mata mencucurkan air mata dan hati pun bergetar, maka ada seorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini  adalah nasihat perpisahan, pesan apa yang akan engkau sampaikan kepada kami ?” Beliau berkata : “Aku mewasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan tunduk serta ta’at meskipun seorang hamba sahaya yang hitam menjadi pemimpin. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan mendapatkan perselisihan yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh pada sunnahku, dan sunnah khalifah pengganti setelahku yang mendapatkan petunjuk, peganglah dan genggamlah erat-erat, berhati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karna setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap yang bid’ah adalah sesat”.[3]
Takhrij Hadits :
Bila dilihat dari kata  اوصيكم yang berasal dari kata وصي maka terdapat di :
·         Sunan Abi Daud            : Kitab Sunnah bab 5
·         Tirmidzi                         : Kitab Ilmu bab 16
·         Sunan Ad-Darimi          : Kitab Muqaddimah bab 16
·         Ahmad bin Hanbal        : Jilid 4 halaman 126, 361, 127.[4]

2.    Syarah Hadits
Mencintai Rasulullah Saw adalah salah satu konsekwensi Iman sebagimana halnya mencintai Allah Swt. “Katakanlah: “Jika orag-orang tua, anak-anak, saudara-saudara…lebih kamu cintai daripada Alloh dan RosulNya…maka bersiaplah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Sungguh Aloh tidak menunjukkan orang-orang yang fasiq” QS at Taubah: 24. Ayat ini cukup menjadi bukti bahwa mencintai Rosululloh Saw merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, dengan bukti adanya ancaman “tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusanNya” serta stigma sebagai orang yang Fasiq.
Dalam mencintai Rasulullah Saw, orang beriman juga dituntut untuk memberikan cintanya kepada Beliau Saw dengan sepenuh hati, melebihi cinta kepada anak, orang tua, saudara, dan harta benda. Dengan inilah orang beriman baru akan merasakan betapa manisnya keimanan, “Tiga hal, barang siapa berada di dalamnya maka dia akan menemukan manisnya iman; hendaknya Alloh dan RosulNya lebih dia cintai daripada selain keduanya, tidak mencintai orang lain kecuali karena Allah, dan hendaknya dia merasa enggan kembali kepada kekafiran seperti layaknya dia enggan jika dilemparkan ke neraka” HR Bukhori. Bahkan lebih dari itu, cinta kepada Rasulullah Saw harus melebihi rasa cinta kepada diri sendiri. Suatu ketika Umar ra berkata: Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih saya cintai daripada semuanya, kecuali diri saya sendiri! Rasulullah Saw bersabda: “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sebelum diriku lebih dia cintai daripada dirinya sendiri” HR Muttafaq Alaihi. Umar segera menyahut: “Demi Dzat Yang menurunkan kepadamu Alqur’an, sungguh engkau lebih saya sayangi daripada diri saya sendiri?! Rasulullah Saw bersabda: “Sekarang, wahai Umar”.
Seseorang yang mencintai dan mengidolakan tokoh tertentu maka cinta itu membawanya untuk selalu atau cenderung meniru tokoh tersebut, jika tidak demikian bisa disimpulkan bahwa cintanya itu bohong belaka. Karena itulah apakah kita termasuk orang yang mencintai Rasulullah Saw atau tidak maka marilah kembali melihat apakah dalam diri ini ada ciri-ciri mencintai makhluk Alloh yang paling utama itu :[5]
1.      Mengikuti, menuruti perintah dan menjauhi larangan Beliau Saw, firman Allah: “Katakanlah: “Jika kalian mencintai Allah maka ikutilah diriku, (jika demikian) Alloh pasti mencintai kamu” QS Ali Imron: 31.
2.      Mendahulukan anjuran Rasulullah Saw dan mengakhirkan kepentingan diri sendiri, “…dan mereka mengakhirkan diri mereka meski diri mereka sendiri sangat membutuhkan…” QS Al Hasyr: 9. Ayat ini menceritakan sekaligus membanggakan karakter yang dimiliki para pecinta Rasulullah Saw (para sahabat) di mana mereka lebih mendahulukan orang lain meski diri mereka sendiri membutuhkan.
3.      Menghidupkan sunnah Rasulullah Saw, Anas bin Malik menceritakan bahwa Rosululloh Saw pernah bersabda kepadanya: “Wahai anakku, itulah sunnahku, barang siapa yang menghidupkan sunnahku berarti telah mencintaiku dan barang siapa mencintaiku maka dia bersamaku di surga”. HR. Turmudzi
4.      Banyak menyebut Beliau Saw, sebab barang siapa yang mencintai sesuatu maka dia pasti banyak menyebutnya. Selain itu merasa rindu dan ingin bertemu dengan Beliau Saw. Dalam Dalail Nubuwwah Imam Baihaqi menuturkan bahwa ketika orang-orang Asy’ari datang ke Madinah, mereka tak lelah mendendangkan sebuah syair yang artinya: “Esok kita akan bertemu dengan para kekasih, Muhammad dan para sahabatnya”.
5.      Mencintai orang yang dicintai oleh Rasulullah Saw, termasuk para isteri, keluarga dan sahabat Beliau Saw, “Barang siapa mencintai keduanya (Hasan Husen) berarti mencintaiku…”. HR. Ibn Majah
Jika seluruh kriteria di atas tertanam dalam diri berarti cinta itu sempurna, dan bila hanya sebagian saja maka cintanya tidak sepenuh hati. Kendati demikian dia tetap dikatakan sebagai pecinta Rosululloh Saw. Saat seorang minum arak dan mengaku terus dijatuhi hukuman, banyak orang mencela dan menghinakannya, akan tetapi Rosululloh Saw segera membantah: “Jangan kalian melaknatnya, sebab dia mencintai Alloh dan RosulNya”.
Memasuki syarah hadits yang kedua Rasulullah menyebut dengan Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya menjadikan orang takut. Perkataan, ”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam.
Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi.
Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpaan seperti itu biasa dipakai.
Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para shohabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits ahad disebtukan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rosululloh .
Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas.
Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali ra. Rasululloh menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara : Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka. Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat.
Sabdanya “ Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru “. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam. Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela. Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan : “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” (QS. Al Anbiyaa’ :2).[6]




PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.    Bekas  yang  mendalam  dari  nasehat  Rasulullah shallallahu`alaihi  wa  sallam   dalam  jiwa  para shahabat.  Hal  tersebut  merupakan  tauladan  bagi para da’i di jalan Allah ta’ala.
2.    Taqwa  merupakan  yang  paling  penting  untuk disampaikan  seorang  muslim  kepada  muslim lainnya,  kemudian  mendengar  dan  ta’at  kepada pemerintah  selama  tidak  terdapat  di  dalamnya maksiat.
3.    Keharusan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah  Khulafaurrasyidin, karena  di  dalamnya  terdapat  kemenangan  dan kesuksesan,  khususnya  tatkala  banyak  terjadi perbedaan dan perpecahan.
4.    Hadits  ini  menunjukkan  tentang  sunnahnya memberikan  wasiat  saat  berpisah  karena  di dalamnya  terdapat  kebaikan  dan  kebahagiaan dunia dan akhirat.
5.    Larangan  untuk  melakukan  hal  yang  baru  dalam agama (bid’ah) yang tidak memiliki landasan dalam agama.
B.       Saran
Meskipun kami sudah berusaha maksimal menyelesaikan makalah ini, tapi kami yakin masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Karenanya, kritik dan saran sangat kami nantikan untuk perbaikan selanjutnya. Terima kasih.








[1] Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz, Shahih Bukhari, (Beirut : Daar Al-Fikr), Kitab Iman, bab 5. h. 317.
[2] AJ. Wensink, Mu’jam Al-Mufahrasy Lil Alfazi Al-Hadits An-Nabawi, (Laiden : Maktabah Brill), Jilid 1 h. 410.
[3] Abi Isya Muhammad bin Isya bin Sauroh, Sunan Tirmidzi, (Beirut : Daar Al-Fikr), Kitab Ilmu, bab 16.
[4] AJ. Wensink, Op.Cit. Jilid 7, h. 227
[5] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta : Lembaga pengkajian dan pengamalan Islam), 2007, h. 35.
[6] Muhyidin Yahya bin Syarf An-Nawawi, Syarah Arba’in Nawawi, (Riyadh : Maktabah Ta’awuni li Al-Dakwah), 1431 H. h. 84-85

No comments:

Post a Comment