BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah perkembangan Ilmu Fiqh
1. Periode
Risalah
Dimulai sejak kerasulan sampai wafatnya
Nabi. Pada periode ini penentuan hukum mutlak ditangan Nabi, sumber hukumnya
adalah Qur’an dan Hadits. Periode ini terbagi menjadi dua yaitu ; periode
Makkah yang banyak fokus pada aqidah, dan periode Madinah yang lebih fokus pada
masalah ibadah dan muamalah.[1]
2. Periode Khulafaur Rasyidin ( 11 – 41 H )
Dimulai sejak wafatnya Nabi sampai peristiwa tahkim. Sumber hukum periode
ini adalah Qur’an, Hadits, dan Ijtihad yang terbagi atas Ijma’ dan Qiyas.[2]
Pada masa ini Ijtihad adalah upaya yang luas menghadapi persoalan hukum
yang semakin kompleks karena banyaknya umat islam dari berbagai etnis dan
budaya. Juga untuk yang pertama kalinya para fuqaha berbenturan dengan
masyarakt yang heterogen yang mendorong para sahabat untuk berijtihad.[3]
Pada Periode ini juga sudah mulai ada perbedaan pendapat diantara sahabat
diantaranya perbedaan memahami Qur’an, perbedaan fatwa karena bedanya Hadits,
dan berbedanya fatwa karena pendapat.[4]
3. Periode Awal
Pertumbuhan Fiqh
Dimulai pada
pertengahan abad 1 sampai awal abad 2 H.[5] Berpencarnya Sahabat ke pelosok negeri
menyebabkan munculnya pendapat yang bebeda - beda sesuai dengan keadaan daerah
masing – masing dan meyebabkan terbentukya dua golongan yaitu :
a.
Golongan Ahlura’yi, yaitu golongan yang
mendahulukan kemaslahatan umum tanpa terlalu terikat makna harfiah teks hukum.
Golongan ini dipelopori oleh Umar dan Ibnu Mas’ud, dengan pengikutnya
diantaranya adalah Ibrahim bin Nakhai, Alqamah bin Qaisdan, Hasan Basyri, dll.
b.
Golongan Ahlul Hadits, yaitu golongan
yang berpegang kuat pada Quran dan Hadits, dipelopori oleh Ibnu Abbas, dan Zaid
bin Tsabit. Pengikutnya adalah Sa’id bin Musayyab, Atha bin Abi Rabi’ah, Amr
bin Dinar, dll.[6]
Selanjutnya
para pengikut dari para sahabat itu disebut Tabiin yang dijadikan rujukan
menjawab persoalan hukum di zaman dan daerah masing – masing. Sehingga munculah
istilah Fiqh Awzai, Fiqh Alqamah, dll.[7]
4. Periode
Keemasan.
Dimulai pada abad ke- 2 sampai pertengahan abad ke- 4 H.[8] Ciri – ciri periode ini adalah semangat Ijtihad yang
tinggi seperti periode sebelumnya. Yang membedakan adalah meluasnya kebudayaan,
gerakan ilmiah diberbagai daerah, pembukuan Hadits, dan bertambahnya hufadz
Quran dan perhatian untuk menunaikanya didorong oleh besarnya dukungan
pemerintah untuk memmajukan berbagai bidang ilmu.[9]
Diawal periode ini pertentangan Ahlul Hadits dengan
Ahlura’yi sangat tajam hingga mendorong semangat Ijtihad masing – masing
aliran. Semangat itu juga mendorong lahirnya madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi,
Hambali. Fiqh Taqdiri atau Hipotesis ( membahas persoalan yang diperkirakan
akan terjadi ) mulai marak.[10]
Pertentangan dua golongan itu mereda setelah golongan
Ahlura’yi berusaha membatasi, mensistemisai, dan menyusu kaidah ra’yu yang
dapat dipakai mengistimbatkan hukum sehingga Ahlul Hadits menerima ra’yu
menurut pengertian Ahlura’yu dan menerima ra’yu sebagai salah satu cara
menggali hukum. Selain itu, kedua golongan itu juga saling mengenal.
Periode ini juga memulai penyusunan kitab fiqh dan ushul
fqh seperti al-Muwatha dan ar-Risalah. Selain itu teori ushul fiqh juga mulai
bermunculan.[11]
5. Periode Tahrir, Takhrij, dan Tarjih dalam Madzhab.
Dimulai pertengahan abad ke- 4 sampai
pertengahan abad ke- 7 H. Tahrir, Takhrij, dan Tarjih adalah upaya tiap – tiap
madzhab mengomentari, menjelaskan,dan mengulas pendapat imam madzhab.[12]
Diperiode ini hampir tidak ada
mujtahid mandiri sehingga muncul fanatik buta. Selain itu juga muncul
pernyataan bahwa pintu ijtihad ditutup karena :
a. Dorongan
penguasa pada hakim untuk memakai madzhab pemerintah saja.
b. Sikap fanatik buta, kebekuan berfikir, dan taqlid tanpa
analisis.
c. Gerakan
pembukuan tiapmadzhab sehingga mempermudah memilih madzhab yang mendorong untuk
taqlid.[13]
6. Periode
kemunduran
Dimulai pertengahan abad ke- 7 H sampai munculnya majalah
al-Ahkam al’Addliyyah ( hukum perdata kaerajaan turki Usmani ) pada 26 Sya’ban
1293 H. Ada tiga hal yang menonjol pada periode ini.
a. Banyak
pembukuan fatwa. Buku – buku yang disusun disistematisasikan sesuai dengan
kitab fiqh.
b. Produk – produk
fiqh diatur kerajaan.
7. Periode
Pengodifikasian Fiqh.
Dimulai sejak munculnya majalah al Ahkamul Adliyyah hingga
sekarang. Ciri – ciri yang mewarnai periode ini adalah :
a. Muncul upaya pengkodifikasian yang sesuai dengan tuntutan
dan situasi zaman.
b. Ada upaya
kodifikasi yang tak terikat pada madzhab.
c. Muncul pendapat
bahwa pendapat dari berbagai madzhab ialah satu kesatuan yang tidak bisa
dipisah.[15]
B.
Sejarah
Munculnya Madzhab
Sudah
kita ketahui sebelumnya, pada zaman Khulafaur Rasyidin wilayah islam meluas dan
umat islam terdiri dari banyak etnis dan budaya. Persoalan hukum islam pun
makin kompleks. Para sahabat juga bertebaran ke berbagai pelosok negeri dengan
metode fatwanya masing – masing. Mereka berijtihad dengan carsnya masing –
masing. Fatwanya juga diikuti murid – muridnya sehingga jumlah pengikut sahabat
dengan fatwa masing – masing makin banyak dan membentuk aliran – aliran.
Seiring dengan berkembangya
zaman, masing – masing aliran itu berkembang kualitas dan kuantitasnya sehingga
menjadi sempurna. Kemudian aliran – aliran itulah yang disebut sebagai madzhab.
Diantara madzhab itu ada yang masih eksis dan ada juga yang hilang karena tidak
mempunyai pengikut.[16]
C.
Implementasi Fiqh Dalam
Kehidupan
Dalam
keterangan di atas telah diterangkan, bahwa antara sahabat satu dengan sahabat
lain dalam memecahkan persoalan hukum mempunyai ikhtilaf. Ikhtilaf itu
disebabkan karena metode yang mereka gunakan berbeda, selain itu juga karena
kondisi umat yang berbeda pula ( sosial, etnis,dan budaya ).
Ikhtilaf,
dapat dapat dibagi ke dalam dua kategori utama :
1.
Ikhtilaf yang kontradiktif ( ikhtilaf
tadaddi ), yaitu ketetapan – ketetapan hukum yang sepenuhnya berbertentangan
dan secara logis tidak dapat dipertemukan. Misalnya, ketetapan hukum dimana
sebuah madzhab menyatakanya sebagai haram dan madzhab yang lainya menyatakan
halal.
2.
Ikhtilaf yang bervariasi ( ikhtilaf
tanawwu’ ), yaitu ketetapan – ketetapan hukum yang bertentangan yang variasi –
variasinya bisa diterima secara logis dan bisa dipertemukan. Misalnya, variasi
posisi duduk Rosulullah SAW ketika shalat, dan ada perbedaan mengenai posisi
duduk yang dikemukakan oleh masing – masing madzhab.[17]
Adapun
dampak negatif dari ikhtilaf itu adalah, tidak jarang ikhtilaf –ikhtilaf itu
sering kali menjadi malapetaka memicu terjadinya perpecahan antar umat islam
yang kian membuat citra buruk bagi umat islam dimata dunia.
Namun demikian, ikhtilaf itu juga membawa dampak
positif yang luar biasa besarnya bagi keluasan ilmu fiqh. Tidak bisa
dibayangkan bila antara sahabat tidak ada ikhtilaf maka ilmu fiqh akan gersang,
kehilangan hasil – hasil ijtihadnya yang amat diperlukan umat islam selanjutnya.
Sebab Islam tidak stagnan diam di dalam jazirah Arab, takan tetapi menyebar
luas hingga ke seluruh
penjuru dunia. Syariah Islam bertemu dengan beragam budaya, adat istiadat, tata
aturan masyarakat, tsaqafah, tradisi dan sekian banyak falsafah kehidupan umat
manusia. Kelenturan hukum syariah menjadi syarat mutlak. Ternyata perbedaan
pandangan di kalangan shahabat telah menjawab semuanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian – uraian yang telah dipaparkan diatas maka kami dapat menyimpulkan bahwa
perkembangan fiqh terbagi atas 7 Periode yaitu :
1. Periode Risalah, yang dimulai sejak kerasulan sampai
wafatnya nabi.
2. Periode
Khulfaur Rasyidin ,yang dimulai sejak wafatnya nabi sampai peristiwa tahkim.
3. Periode Awal
Pertumbuhan Fiqh, yang dimulai pada pertengahan abad 1 sampai awal abad ke- 2
H.
4. Periode
Keemasan, yang dimulai pada abad ke- 2 sampai pertengahan abad ke- 4.
5. Periode Tahrir,
Takhrij, dan Tarjih dalam Madzhab, yang dimulai pada pertengahan abad ke- 7 H.
6. Periode
Kemunduran, yang dimulai pada pertengahan abad ke- 7 H sampai munculnya majalah
al-Ahkam al-Adliyyah.
7. Periode
Pengkodifikasian Fiqh, Yang dimulai sejak munculnya majalah al-Ahkam
al-Adliyyah hingga sekarang ini.
Kemudian, kami juga bisa menyimpulkan
bahwa munculnya madzhab disebabkan oleh luasnya wilayah islam yang terdiri dari
berbagai macam etnis dan budaya, sehingga secara otomatis bertambah pula lah
permasalahan – permasalahan yang ada di dalamnya. Selain itu, antara sahabat
satu dengan sahabat lainya mempunyai pebedaan pola fikir dan pendapat dalam
pemecahan masalah. Dan ikhtilaf sendiri terbagi dalam dua kategori utama, yaitu
ikhtilaf taddadi dan ikhtilaf tanawwu’.
B.
Saran
Demikianlah makalah Fiqh Mu’amalah yang membahas
tentang “Sejarah perkembangan ilmu fiqh” ini, semoga dapat jadikan informasi
untuk kita semua. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalm makalah ini
baik dari segi penulisan maupun isinya, oleh karena itu kami harapkan saran dan
kritikan dari teman-teman maupun dosen pengampu yang bersifat membangun untuk lebik
baik dimasa yang akan datang.
[1]Syahrul Anwar, ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, ( Bogor,
Ghalia, Indah, 2010 ), hlm. 33
[7] Rasyad Hasan Khalil,Sejumlah
legalisasi Hukum Islam, ( Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2009),hlm. 92 -98
[17] Abu Ameenah Bilal Philips , Analisis Historis atas Madzhab, Doktrin dan Kontribusi, ( Bandung
: Nuansa, 2005 ), hlm. 199 – 200.
No comments:
Post a Comment