Friday, March 25, 2016

Hadits Akhlak Terhadap Tumbuhan



PEMBAHASAN


A.      Teks Hadits dan Terjemahan
1.      Teks Hadits dan Terjemahan Hadits Pertama
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ.
Terjemahannya : Telah menceritakan kepada kami Nashr ibn ‘Ali, telah mengabarkan kepada kami Abu Usamah, dari Ibnu Juraih, dari ‘Utsman bin Abi Sulaiman, dari Sa’id bin Muhammad bin Jubair bin Mu’thim, dari ‘Abdillah bin hubsyi, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang menebang pohon bidara,  kelak Allah SWT akan memasukkan kepalanya kedalam api neraka.”[1]
2.    Teks Hadits dan Terjemahan Hadits Kedua
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ قَامَتْ عَلَى أَحَدِكُمُ الْقِيَامَةُ، وَفِي يَدِهِ فَسِيلَةٌ فَلْيَغْرِسْهَا
Terjemahannya : Telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari Hisyam, dari Anas bin Malik, Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma, maka tanamlah.”[2]
3.      Teks Hadits dan Terjemahan Hadits Ketiga
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ.
Terjemahannya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah, dari Qatadah, dari Anas bin Malik, Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian pohon atau tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan menjadi sedekah baginya”.[3]

B.       Takhrij Hadits
1.      Jika dilihat dari kata " قَطَعَ "  pada hadits pertama, maka terdapat pada :
·     Sunan Abi Daud                   : Kitab Adab bab 159.[4]
2.      Jika dilihat dari kata " غَرَسَ " pada hadits kedua, maka terdapat pada :
·     Musnad Ahmad bin Hanbal : Jilid 3 Halaman 184.[5]
3.      Jika dilihat dari kata " زَرَعَ " pada hadits ketiga, maka terdapat pada :
·     Shahih Bukhari                     : Kitab Khirsun Jilid 1
·     Shahih Muslim                      : Kitab Musaqah Jilid 8, 9 dan 12
·     Sunan An-Nasa’i                  : Kitab Ahkam Jilid 4
·     Musnad Ahmad bin Hanbal : Jilid 3 halaman 141, 229 dan 242.[6]

C.      Syarah Hadits
Imam Abu Dawud ditanya tentang makna hadits yang pertama ini. Abu Dawud berkata, ”Hadits ini singkat. Artinya, barangsiapa yang menebang pohon bidara yang biasa dipakai berteduh musafir atau binatang di padang pasir, tanpa alasan yang jelas atau secara aniaya, Allah akan memasukkan kepalanya di neraka”.[7]
Imam As-Suyuti, berpendapat larangan tersebut adalah pohon bidara yang tumbuh di tanah haram. Pendapat ini dipegang oleh as-Suyuti dalam kitab Raf'ul Khudr'an Qat'is Sidr. Ia berkata, "Menurutku makna yang terkuat adalah larangan menebang pohon bidara yang ada di tanah haram sebagaimana yang tercantum dalam riwayat ath-Thabrani."
Syaikh Nashiruddin Albani menyetujui pendapat As-Suyuthi tersebut di dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah. Dalam riwayat Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath pada hadits Abdullah bin Hubasyi, 'Yakni pohon bidara yang tumbuh di tanah haram.' Tambahan ini dishahihkan oleh syaikh kami dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah. Oleh karena itu mengartikan hadits seperti yang tercantum dalam riwayat tambahan tersebut lebih dikedepankan.[8]
Memasuki syarah hadits yang kedua Ahli Hadits Abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Albaniy rahimahullah berkata saat memetik faedah dari hadits-hadits di atas, “Tak ada sesuatu (yakni, dalil) yang paling kuat menunjukkan anjuran bercocok tanam sebagaimana dalam hadits-hadits yang mulia ini, terlebih lagi hadits yang terakhir di antaranya, karena di dalamnya terdapat targhib (dorongan) besar untuk menggunakan kesempatan terakhir dari kehidupan seseorang dalam rangka menanam sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia setelah ia (si penanam) meninggal dunia. Maka pahalanya terus mengalir, dan dituliskan sebagai pahala baginya sampai hari kiamat.”[9]
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia.
Memasuki syarah hadits yang ketiga Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy rahimahullah berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, “Di dalam hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”.[10]
Pahala sedekah yang dijanjikan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits-hadits ini akan diraih oleh orang yang menanam, walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang diambil atau dirusak orang dan hewan sebagai sedekah.
Al-Hafizh Abdur Rahman Ibnu Rajab Al-Baghdadiy rahimahullah berkata, “Lahiriah hadits-hadits ini seluruhnya menunjukkan bahwa perkara-perkara ini merupakan sedekah yang akan diberi ganjaran pahala bagi orang yang menanamnya, tanpa perlu maksud dan niat”.[11] 
Ada dua manfaat yang kita bisa peroleh dengan menanam pohon atau bercocok tanam :
1.    Manfaat yang bersifat Dunia (duniawiyah)
Manfaat yang bersifat Dunia dari bercocok tanam adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian maupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil tanamannya menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikan-kebaikannya.
Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan bagi orang lain saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan menjadi lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang yang berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya, perasaan pun menjadi damai berada di dekatnya. Adapun bila melihat hamparan tanah yang kering dan gersang dari tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh perasaan yang sebaliknya.”
2.    Manfaat yang bersifat agama (diniyyah)
Manfaat yang bersifat agama yaitu berupa pahala atau ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia, binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja, sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan bahwa seseorang itu ketika menanamnya tidak memperdulikan perkara ini (perkara tentang apa yang dimakan dari tanamannya merupakan sedekah) kemudian apabila terjadi tanamannya dimakan maka itu tetap merupakan sedekah baginya.
Dari hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan yang dilakukan seorang muslim yang pada hakekatnya hanya berupa sebuah hal yang mubah, yaitu bercocok tanam tetapi pelakunya dapat memperoleh pahala. Walaupun itu asalnya bukan suatu ibadah tapi bisa bernilai ibadah dan akan mendapat pahala. Berbeda dengan orang kafir segala perbuatannya tidak bernilai di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun mereka mereka mengklaim beribadah setiap bulan, setiap pekan, setiap hari bahkan setiap sa’at tidaklah dianggap disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai suatu ibadah. Maka hadits ini merupakan dalil keutamaan memeluk agama islam dan meruginya menjadi orang kafir.[12]
Adapun dampak dari penebangan pohon atau penebangan hutan secara liar adalah :
1.    Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging , mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost). Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad) dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini tengah berada di ambang kehancuran.
2.    Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
3.    Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka.
4.    Kemampuan tegakan (pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi (irreversible).[13]


























PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dalam penjelasan hadits diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa, pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan dibumi yang kita tempati, Dalam kehidupan ini segala sesuatu yang kita lakukan perlu diketahui ilmunya agar semua yang dilakukan tidak sia-sia nantinya. Begitupun terhadap alam jika kita ingin alam mencintai kita, maka kitapun harus mencari tahu bagaimana ilmu untuk mencitai alam.Sebenarnya ilmu semacam ini hendaknya diperkenalkan sejak usia dini agar timbul rasa untuk mencintai alam sedini mungkin.
Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan sedekah? Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu kaidah bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Maka kalau kita perhatikan tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik yang akan menjadi sedekah walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.
وَ أَنْ لَيْسَ للإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seseorang itu tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali dari hasil usahanya sendiri.” (QS. An Najm: 39).
Sesungguhnya tanaman yang dicuri atau dirusak ataupun juga dimakan hewan merupakan hasil usaha dari petani maka pantas lah kalau dia mendapat ganjaran dari tanaman yang luput dari tangannya (tidak bisa dia panen).
B.       Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesemournaan makalah ini.



[1] Imam Al-Hafiz Abi Daud Sulaiman bin Al-Asy’athi Al-Azdiyyi As-Sijistani, Sunan Abi Daud, ( Beirut : Maktabah Al-‘Ishriah, 1423 H ), jilid 4, hlm. 361.
[2] Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut : Daar Al-Fikr, 1421 H), hlm. 251.
[3] Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdillah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut : Daar Al-Fikr, 1422 H), jilid 3, hlm 103.
[4] AJ. Wensink, Mu’jam Al-Mufahrasy li Alfaz Al-Hadits An-Nabawi, (Laiden : Maktabah Brill, 1936 M), jilid 5, hlm. 491.
[5] Ibid, jilid 4, hlm. 479.
[6] Ibid, jilid 2, hlm. 331.
[7] Syriqitiy Djamaluddin, Tarjamah Sunan Abi Daud, (Semarang : CV. Asy-Syifa’, 1993 M), jilid 5, hlm. 42.
[8] Salim Al-Hilaliy, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, (Maktabah Imam Syafi’i, 2006 M), jilid 3, hlm. 309.
[9] Qodirun Nur, Terjemah Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah, (Solo : CV. Pustaka Mantiq, 1995 M), jilid 1, hlm. 25.
[10] Imam An-Nawawiy, Al-Minhaj, (Mesir : Daar Al-Ma’arif, 1420 H), hlm. 457.
[11] Salim Al-Hilaliy, Iqozh Al-Himam Al-Muntaqo min Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, (Dar Ibn Al-Jauziy, 1419 H), hlm. 360.
[12] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta : Perpustakaan Nasional, 2007 M), hlm. 37.
[13] Widakdo, G. dan Santoso, F. 2005. Pemerintah Lanjutkan Berantas Pembalakan Illegal. Bisnis dan Investasi. Kompas, 15 Juni 2005.

No comments:

Post a Comment